Sabtu, 02 Juni 2012

Sepintas tentang La Galigo

La Galigo, begitulah orang bugis meyebutnya bila itu yang dimaksudkan adalah tulisan-tulisan yang terdapat di dalam ribuan munuskrip kini tersebar di berbagai perpustakaan baik di dalam maupun di luar negeri, atau yang tersimpan serpihan-serpihan episodenya pada sebagian orang bugis yang masih setia memelihara dan menjaganya. Sebaliknya, bila hanya menyebut Galigo itu berarti yang dimaksudkan adalah tembang-tembang dari naskah La Galigo yang dinyanyikan pada upacara-upacara ritual dengan ritme yang tetap dan datar. Jadi, maggaligo berarti menembangkan La Galigo sedang Paggaligo yang dimaksudkan adalah sang penembangnya. Sementara bila hanya menyebutkan I La Galigo itu berarti yang dimaksudkan adalah nama tokoh yang ada dalam naskan La Galigo.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyebaran La Galigo diturunkan melalui dua tradisi yakni tradisi tulis dan tradisi lisan. Kedua tradisi ini ditemukan pada masyarakat Bugis dan menjadi baku karena ketertulisannya. Sedangkan tradisi lisan La Galigo lebih dikenal dengan nama Sawerigadding tokoh utama dalam La Galigo, menyebar pada hampir berbagai etnik yang ada di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Melayu.

Berdasarkan ribuan halaman menuskripnya dan jalinan tokohnya yang berbelit-belit , menempatkan teks La Galigo itu sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia yang setara dengan Mahabrata dan Ramayana dari India serta sajak-sajak Homerus dari India. Karena itu, menurut Sirtjo Koolhof (1995:1) La galigo menempati posisi yang unik, baik di Nusantara maupun di Dunia, setidak-tidaknya itu apabila dilihat dari sudut panjang syairnya. Epos Mahabrata jumlah barisnya antara 160.000-200.000 sementara La Galigo mencapai lebih dari 300.000 baris panjangnya.







Naskah La galigo yang tersimpan di musium Zeeuwse Bibliotheek, Nederland. Naskah ini merupakan salah satu  dari dua naskah  La Galigo di dunia yang bergambar.